(Fiqh) Macam Bentuk Thaharah / Bersuci

Contents
السَلام عَليكُم و رَحمَة الله و بركَاته
Bismillah wal hamdulillah, wasshalaatu wassalaamu ‘alaa rasulillah, wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa man saara ‘alaa nahjihi ilaa yaumil qiyamah, amma ba’du
Segala puji kepada Allah Rabb semesta alam, yang telah mengizinkan kita untuk melanjutkan pembahasan fiqh dari kitab shahih fiqh sunnah wa adillatuhu wa tawdiih madzaahib al arba’ah karya Syaikh Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim hafidzahullahu ta’ala.
Setelah kita menyelesaikan pembahasan tentang apa itu thaharah (bersuci) di artikel sebelumnya (Klik untuk membaca artikel). Pada tulisan kali ini saya akan memaparkan tentang pembagian dan jenis – jenis thaharah
Jenis – Jenis Thaharah (Bersuci)

Secara garis besar, para Ulama ahli fiqh mengklasifikasi thaharah menjadi dua, pertama Thaharah Haqiqiyah (Bersuci yang sesungguhnya) dan Thaharah Hukmiyah (Bersuci secara hukum)
Thaharah Haqiqiyah : Bersuci dari kotoran (Najis) yang menempel pada badan, pakaian, dan tempat
Thaharah Hukmiyah : Bersuci dari hadats, yang hanya terjadi pada badan saja. Ada 3 bentuk untuk jenis thaharah ini
- Thaharah Kubra (Bersuci besar) dengan mandi
- Thaharah Shugra (Bersuci kecil) dengan wudhu
- Tayammum (Sebagai pengganti dari dua keadaan diatas jika tidak ditemukan air) dengan Debu
Pembahasan Pertama
Thaharah Haqiqiyah

Arti dari Najasah:
Najasah (bernajis) adalah lawan dari Thaharah (bersuci), dan najis sendiri adalah “Setiap Isim (subtansi) untuk sesuatu yang menjijikan secara syariat, maka wajib bagi seorang muslim membersihkan dirinya dari hal tersebut dan mencuci apa yang mengenainya
Jenis – Jenis Najasah
Berikut hal – hal yang najis secara syariat didukung dengan dalil yang kuat
- Kotoran Manusia dan Kencingnya
Keduanya adalah najasah sesuai kesepakatan ulama
Kotoran manusia merupakan najasah sebagaimana sabda nabi ﷺ
إذا وَطِئَ أحدُكُم بِنَعلِه الأَذى فإنَّ الترابَ لهُ طَهورٌ
“Jika salah seorang kalian menginjak Najis dibawah sandal, maka debu dan tanah setelahnya mensucikannya”
HR. Abu Dawud 385 dengan sanad shahih
Begitupula hadits tentang wajibnya beristinja (yang akan datang pembahasannya) menunjukan bahwa kotoran manusia adalah najis
Kencing manusia merupakan najasah sebagaimana yang datang dalam sebuah hadits
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bercerita bahwasanya ada seorang arab badui yang kencing di masjid, kemudian sebagian orang berdiri untuk mengusirnya, lalu nabi ﷺ berkata “Tinggalkanlah dia jangan hentikan dia dulu” tatkala dia selesai, Rasulullah ﷺ meminta satu ember air lalu menyiramkannya pada bekas kencing tersebut. HR. Bukhari 6025 dan Muslim 284
- al Madzy dan al Wady
al Madzy adalah : Air yang halus dan licin keluar saat syahwat bergejolak seperti bermain dengan istri (foreplay) atau memikirkan jima’ (bersetubuh) atau menginginkannya, tidak memancar dan tidak juga membuat lelah, mungkin juga tidak terasa keluarnya. Terjadi pada pria dan wanita, lebih banyak terjadi pada wanita. Ini adalah najis menurut kesepakatan ulama, karena Nabi ﷺ tatkala menjawab pertanyaan seseorang tentang madzy beliau bersabda “Hendaknya dia membilas kemaluannya kemudian berwudhu” (HR. Bukhari 269 dan Muslim 303)
adapun Wady adalah : Air yang berwarna putih keruh yang keluar setelah kencing, hukumnya najis berdasarkan ijma’ ulama sebagaimana Atsar dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma
“(air yang keluar dari kemaluan itu) Mani, Wady dan Madzy, adapun Mani maka wajib mandi sedangkan madzy dan wady beliau katakan ‘Bilaslah kemaluan kemaluan kalian kemudian berwudhulah sebagaimana wudhu untuk shalat” (Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam sunannya 1/115)
- Darah Haid
Sebagaimana hadits dari Asma’ bintu Abi Bakar radhiyallahu ‘anhuma : “Seorang wanita datang kepada Nabi ﷺ dan bertanya ‘Wahai Rasulullah salah seorang dari kami pakaiannya terkena darah haid, lalu apa yang harus dia lakukan ?’ kemudian Nabi ﷺ menjawab ‘Bersihkanlah darah itu dari pakaian dan gosoklah dengan air (hingga bersih) kemudian bilas lalu boleh dia gunakan untuk shalat’ ” (HR. Bukhari 227 dan Muslim 291)
Cukup sampai disini pembahasan kita hari ini, in syaa Allah akan kita lanjutkan di tulisan berikutnya, semoga apa yang kita baca hari ini menjadi ilmu dan bisa kita amalkan dalam kehidupan sehari hari
Allahu a’lam bisshawwab
washallallahu ‘alaa nabiyyina musthafa wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa man waalah
Akhukum fillah Thariq Aziz al Ahwadzy
11 Shafar 1441H
di kota Bekasi
Referensi Terkait
- Kitab Shahih fiqh sunnah wa adillatuhu wa tawdih madzahib al arba’ah karya Syaikh Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim hafidzahullahu ta’ala
- www.dorar.net
Baca Juga :
(Fiqh) Pengertian Bersuci dan Urgensinya
Komentar Terbaru