Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Syarah Hadits Arbain ke 8 (Kemuliaan Seorang Muslim)

Photo by Greg Bulla on Unsplash
Reading Time: 6 minutes

Syarah Hadits Arbain ke 8 (Kemuliaan Seorang Muslim)

Disarikan dari Syarah al Arba’in an Nawawiyah Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin


Bismillahi wal hamdulillah, wasshalaatu wassalamu ‘ala rasulillah, wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa man waalah, amma ba’du

Matan Hadits Kedelapan

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ

“أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ؛ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ، وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى” 

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersyahadat bahwa tiada Ilaah (Tuhan / Sesembahan) yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, dan mereka mendirikan Shalat, menunaikan Zakat. Apabila mereka telah melaksanakannya, maka mereka telah melindungi jiwa dan harta mereka kecuali (dapat diambil) dengan Hak Islam, dan urusan Hisab mereka ada ditangan Allah Ta’ala”

HR. Bukhari 18 & Muslim 36

Takhrij Hadits

 

 

Hadits ini diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar bin al Khattab radhiyallahu ‘anhuma sahabat Rasulullah ﷺ putra dari Khalifah ke – 2 Islam, beliau termasuk sahabat yang banyak meriwayatkan hadits dan termasuk sahabat yang paling kuat ibadah serta qiyamul laylnya

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya dalam Kitab al Iman hadits ke 18 dari Jalur Abdullah bin Muhammad al Musnadi rahimahullahu ta’ala dan diriwayatkan pula oleh Imam Muslim dalam Shahihnya dalam Kitab al Iman hadits ke 36 dari jalur Abu Gassan al Misma’i rahimahullahu ta’ala

Sekilas Profil Periwayat Hadits

Beliau adalah Abu Abdirrahman Abdullah bin Umar bin al Khattab al Qurasyi al Adawiy, Ayah beliau adalah seorang sahabat senior Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama dan khalifah kedua sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama. Sementara ibunda beliau bernama Zainab binti Madz’un bin Habib saudari Utsman bin Madz’un

Beliau dilahirkan 2 tahun setelah Nabi Muhammad ﷺ diutus, kemudian beliau masuk islam pada tahun ke – 6 kenabian atau pada usianya yang ke 4 tahun bersama ayahnya, beliau hijrah bersama nabi ke Madinah bahkan sebelum ayahnya berhijrah.

Beliau termasuk sahabat yang banyak meriwayatkan hadits dari Nabi ﷺ yang jika dihitung pada seluruh kitab hadits mu’tabar ada 2630 Hadits secara tikrar, beliau termasuk ahli hadits yang menjadi rujukan banyak orang di zamannya, diantara pujian dari ulama terhadap beliau adalah apa yang dikatakan oleh al Imam Malik bin Anas “Menurut kami, beliau adalah imam (rujukan) manusia setelah Zayd bin Tsaabit, beliau bersama kami 60 tahun dan memberikan fatwa kepada manusia (dengan keilmuan dan kewara’annya)”

Baca Juga : Sifat – Sifat Terpuji Hamba Pilihan ar Rahman (Part 3)

Beliau dikenal sebagai sosok yang berupaya mengikuti setiap jejak langkah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama. Di mana Nabi pernah berpijak, beliau memijak tanah yang sama. Di mana Nabi salat, beliau pun akan turut serta salat di sana. Bahkan jika beliau mengetahui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama pernah berteduh di bawah pohon, beliau pun akan menirunya.

Beliau adalah seorang ahli ibadah yang sangat dalam dan banyak ibadahnya, diantara kisah yang diriwayatkan tentang ibadahnya dari Thawus bin Kaysan beliau berkata “Aku tidak pernah melihat orang shalat sebagaimana bagusnya shalat Abdullah bin Umar, dan tidak ada yang lebih tepat arah tubuhnya ke Ka’bah selain beliau”. Selain itu beliau terkenal dengan kewara’annya dan kedermawanannya dalam banyak hikayat tentangnya

Beliau radhiyallahu ‘anhuma wafat pada tahun 74 Hijriah di usianya yang ke 86 tahun. Semoga Allah merahmatinya dan memberikan balasan terbaik atas pengabdian dan jasanya terhadap ummat serta Allah jadikan kita bersama para nabi dan sahabat – sahabatnya di kehidupan setelah kematian dalam kebaikan

Syarah dan Faidah Hadits

Hadits ini dimulai dengan lafadz (أمرتُ) yang bermakna “Aku diperintahkan”, dalam hal ini jelas bahwa yang memerintahkan adalah Allah ﷻ, hal ini sudah lumrah dan umum digunakan dalam tata bahasa dan penggunaan kata, baik dalam bahasa arab maupun non arab, karena jelas siapa yang memberikan perintah dalam hal ini. Sebagaimana firman Allah ﷻ

 وَخُلِقَ ٱلْإِنسَـٰنُ ضَعِيفًۭا ٢٨

“…,karena manusia diciptakan (bersifat) lemah.” 

QS. an Nisaa 28

Jelas diayat ini bahwa yang menciptakan adalah Allah ﷻ dan tidak perlu ditanyakan lagi tentang hal tersebut. Dan perintah sendiri adalah yang ditujukan dari atas ke bawah, dalam artian tidaklah bisa memerintahkan kecuali dia memiliki otoritas atas orang yang diperintah, karena jika terjadi antara sesama dan tidak memiliki otoritas atas orang yang dikenai pekerjaan maka disebut sebagai permintaan namun jika terjadi dari orang yang dibawah pemilik otoritas kepada pemilik otoritas maka disebut permohonan.

Kemudian dalam lafadz berikutnya (أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ) yang mana disini adalah Muqotalah yang bermakna “Memerangi” bukan Qatl yang bermakna “Membunuh”, hal ini jelas berbeda, karena memerangi berarti memusuhi dan bukan membunuh secara personal. Maka tidaklah benar seseorang yang membunuh orang non muslim dengan alasan Jihad fii Sabiilillah karena tidak pernah Allah ﷻ dan RasulNya memerintahkan kita untuk membunuh orang yang tidak bersalah meski dia seorang kafir / non muslim kecuali dalam peperangan fisik yang terjadi. Dalam bahasa Indonesia pun, memerangi bukan berarti membunuh secara personal, karena peperangan akan berhenti atau selesai jika tujuan tercapai misalnya perebutan wilayah, pembebasan atau kemerdekaan, namun jika membunuh maka jelas tujuannya hanya satu yaitu menghilangkan nyawa seseorang dan tidak akan terjadi pembunuhan tanpanya, sedangkan tidak semua perang terjadi pembunuhan, bahkan ada perang yang tidak menghilangkan nyawa, seperti Cyberwar saat ini atau Perang Dingin yang terjadi dahulu antara USA dengan USSR dan masih banyak lagi, karena memang makna keduanya berbeda.

Kemudian lafadz selanjutnya (حَتَّى) yang bermakna hingga dari bahasa arab atau makna Ghoyah (Hingga / Tujuan) bukan Ta’liil (Sebab / Pengikat), mereka melaksanakan (يَشْهَدُوا أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ) syahadat Laa  Ilaaha IllAllah yang berarti mengikrarkan dengan lisan bahwasannya tiada Ilah atau sesembahan yang berhak diibadahi dengan kebenaran kecuali Allah, karena sesungguhnya sesembahan yang manusia sembah itu banyak, namun dari sekian banyak sesembahan, hanya Allah ﷻ sajalah yang berhak disembah diatas kebenaran adapun selainnya disembah diatas kebatilan dan tidak dapat dibenarkan, kalimat berikutnya wa Anna Muhammadan Rasulullah yang berarti mengikrarkan dengan lisan bahwasannya Muhammad bin Abdillah bin Abdil Mutthalib adalah Utusan Allah, dengan menyebutkan nama beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Syahadat ini harus diucapkan atau diikrarkan dengan lisan semampunya (jika tidak bisa berbicara maka bisa menggunakan bahasa isyarat atau hal yang mewakilinya namun sesuai kemampuannya) sebagaimana firman Allah ﷻ

فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ مَا ٱسْتَطَعْتُمْ

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu”

QS. at Taghaabun 16

Baca Juga : Pembagian Tauhid

 

Kemudian pada lafadz selanjutnya ( وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ) “kemudian mereka mendirikan shalat” Shalat sendiri ada berbagai jenis baik yang wajib maupun yang sunnah bahkan yang mubah, namun dalam hadits ini yang dimaksud adalah Shalat 5 waktu, karena shalat lima waktu adalah tiang agama, yang tanpanya maka rusaklah agama bahkan hilang agama seseorang.

Pada lafadz selanjutnya ( وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ“kemudian mereka menunaikan zakat” dalam hal ini adalah zakat yaitu shadaqoh wajib mulai dari zakat fitrah, zakat maal, zakat hewan ternak, zakat penghasilan bumi, zakat barang dagang dan semisalnya yang mana wajib zakat padanya

Lalu pada lafadz berikutnya (فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ “Apabila mereka telah melaksanakannya, maka mereka telah melindungi jiwa dan harta mereka” mereka telah menjadi muslim yang mana harta dan jiwanya tidak boleh dirampas oleh siapapun bahkan membunuh sesama muslim dalam peperangan adalah dosa yang besar karena keharaman darahnya ditumpahkan, dan hartanya tidak dapat diambil dengan jizyah karena kehormatan islam yang ada pada dirinya. ( إلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ“kecuali (dapat diambil) dengan Hak Islam,” harta mereka dapat diambil jika itu adalah perintah Allah sesuai porsinya seperti zakat dan semisalnya, begitupula nyawa mereka dapat diambil jika termasuk salah satu dari 3 keadaan yaitu dia berzina sedangkan sudah menikah atau dia membunuh seseorang tanpa dasar kebenaran atau dia murtad dari islam selain dari ketiga keadaan itu maka haram darahnya ditumpahkan dan jiwanya diambil.

Pada lafadz terakhir (وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى) dan urusan Hisab mereka ada ditangan Allah Ta’ala” maka kita sebagai muslim tidaklah dapat menghukumi seseorang kecuali pada dzahirnya saja, adapun urusan hatinya maka itu diserahkan kepada Allah ta’ala sebagai pertanggungjawaban di akhirat kelak.

Ringkasan kesimpulan

Hadits ini menunjukkan bahwasannya seseorang akan menjadi terhormat dengan keislamannya, maka sesungguhnya seorang muslim patut bersyukur dan berbahagia karenanya. Sebagai seorang muslim kita harus bisa berusaha menjadi pribadi yang sungguh-sungguh dalam beramal, karena sesungguhnya Keimanan tidak akan bermanfaat tanpa amalan sebagaimana hadits ini menjelaskan bahwa setelah seseorang mengikrarkan keimanannya maka sungguh dia harus beramal di sisa hidupnya tidak cukup sampai syahadatnya dan keimanan dalam hatinya saja, melainkan perlu dibuktikan dengan amal dan dijaga dengan keistiqomahan selama sisa hidupnya.

Diantara faidah hadits ini dan syarahnya adalah menjelaskan bahwa yang diperintahkan adalah memerangi alias memusuhi secara umum orang yang tidak beriman kepada Allah dan RasulNya, bukan membunuh mereka secara random atau membabi buta, namun meski kita memusuhi dan membenci mereka dalam hati, tidak perlu kita berbuat jahat bahkan tidak boleh kita berbuat jahat dan dzalim terhadap mereka, karena cukup kita membenci dan memusuhi mereka dalam hati tidak perlu kita sakiti kecuali dalam peperangan fisik yang terjadi.

Para pembaca yang Budiman, rahmat Allah ﷻ selalu menyertai anda, marilah kita Tulus dalam beribadah dan beriman serta mentaati Allah dan RasulNya dan memaksimalkan amal di sisa hidup kita serta tidak lupa untuk berbuat baik kepada sesama.

Washallallahu ‘ala nabiyyinaa Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi ajma’iin

Daftar Pustaka

  1. al Qur’an al Karim
  2. Shahih Imam Bukhari
  3. Shahih Imam Muslim
  4. Biografi Abdullah bin Umar (Bahasa Arab)
  5. Biografi Abdullah bin Umar (Bahasa Indonesia)
  6. Shalih al Utsaimin, Muhammad (2004): Kitab Syarah Arbain Nawawiyah hal.135 – 145.
Share:

Ust. Thariq Aziz al Ahwadzy

Thariq Aziz al Ahwadzy, seorang penuntut ilmu yang menyukai dunia pendidikan dan dakwah islam yang kaaffah, saat ini masih menempuh pendidikan di King Khalid University, Abha, Arab Saudi jurusan Ushuluddin dan Dakwah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *